Selasa, 07 Juni 2011

proposal kapoer



 
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang dengan berbagai jenis masalah dan hambatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu hambatan yang sering terjadi di masyarakat adalah adanya pantang makanan setelah melahirkan.  Padahal  setelah melahirkan seorang wanita memerlukan nutrisi yang cukup untuk memulihkan kembali seluruh alat genetalianya. Mereka tidak menyadari bahwa tindakannya berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan kesehatan kembali, juga dapat terhambatnya pertumbuhan bayi (Kardinan, 2008 :1). Mengingat hal ini maka dalam masa nifas ibu harus melakukan perawatan khusus. Salah satu perawatan yang harus diperhatikan adalah  pemenuhan nutrisi untuk pemulihan kesehatan disamping untuk memproduksi air susu ibu (ASI) dan membantu menjaga kesehatan bayi (Sarwono, 2007 : 356). Di Desa kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Kabupaten Malang sebagian besar ibu nifas masih belum mengetahui tentang pantang makanan yang benar selama masa nifas,sehingga banyak dari mereka yang melakukan pantangan makanan yang justru makanan tersebut sangat di anjurkan untuk ibu nifas. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang pantang makanan selama nifas yang di ajurkan oleh tenaga kesehatan.
1
 
Data menunjukkan banyak ibu yang melakukan pantang makan pada masa nifas di Indonesia dari 5.123.764 ibu nifas sebanyak 4.406.437 ibu nifas (86%) mempunyai kebiasaan pantang makan seperti tidak makan ikan laut, telur, sayur, dan makanan pedas. Di Jawa Timur dari 21.043 ibu nifas sebesar 81,5% melakukan pantang makan. Data lain menunjukkan bahwa sebanyak 36.025 (80%) dari jumlah ibu nifas melakukan pantang makan (http:dinkes.co.org,2006). Berdasarkan studi pendahuluan tanggal 17 Januari 2011 dengan wawancara pada 7 ibu nifas di Desa Kedungbanteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang didapatkan 5 ibu nifas tidak mengetahui tentang  pantang makanan yang dianjurkan oleh tenaga kesehatan dan 2 ibu nifas mengetahui tentang pantang makanan yang di anjurkan oleh tenaga kesehatan.
Banyaknya ibu nifas yang melakukan pantang makan berdasarkan data yang ada diantaranya disebabkan oleh pengetahuan yang kurang sebesar 26,5%, faktor budaya atau anjuran keluarga 37,6% , status ekonomi 25,4% dan paritas 10,5%. Pantang makanan yang sering terjadi antara lain daging, telur dan ayam (53,5%), sayur sawi dan bayam (12,4%), makanan panas (6,3%), dan ikan laut (27,8%) (Nasya, 2008). Analisis penyebab secara teori adalah disebabkan oleh pengetahuan, pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, ekonomi, dukungan keluarga dan kebiasaan. Faktor predisposisi adalah  pengetahuan yang dipengaruhi faktor pendidikan, pengalaman, pekerjaan, usia, dan status ekonomi . Dampak jika ibu nifas tetap melakukan pantang makan adalah ibu nifas akan mengalami kurang zat gizi sehingga penyembuhan luka lebih lama bahkan bisa timbul infeksi. Apalagi ibu nifas sangat membutuhkan makanan bergizi untuk pemulihan kondisi kesehatan, mempercepat kesembuhan luka, dan untuk menunjang proses laktasi.
Upaya yang dilakukan agar ibu nifas tidak melakukan pantang makan adalah dengan penyampaian informasi kepada ibu nifas, sosialisasi kepada anggota keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama mengenai pantang makan yang benar. Guna terlaksananya strategi ini maka petugas kesehatan perlu mengadakan pelatihan kepada kader masyarakat tentang pantang makan bagi ibu nifas sehingga kader dapat menyebarkan informasi ini kepada anggota masyarakat lainnya ketika ada kegiatan di posyandu, PKK, arisan atau  pertemuan di Desa dengan menyebarkan leafled. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul  : Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang  Pantang  Makanan pada Masa Nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.

1.2    Rumusan Masalah
“Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu nifas tentang  pantang makanan pada masa nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang ?”
1.3    Tujuan Penelitian
Mengetahui pengetahuan ibu nifas tentang pantang makanan pada masa nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.

1.4    Manfaat Penelitian
1.4.1        Bagi Responden
Menambah pengetahuan responden tentang pantang makanan masa nifas sehingga responden bisa mengetahui makanan yang bleh di makan dan tidak bleh di makan secara benar selama nifas dan menyusui. 
1.4.2        Bagi Peneliti
Berguna bagi tambahan pengetahuan dan keterampilan tentang aplikasi metodologi penelitian pada penelitian yang sesungguhnya dan hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
1.4.3        Bagi Intitusi pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam penelitian selanjutnya mengenai hubungan pengetahuan ibu nifas tentang nutrisi dengan pantang makanan pada masa nifas.
1.4.4        Bagi Desa
Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi profesi dalam mengembangkan perencanaan kebidanan lebih lanjut dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan.






 

 
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1        Konsep Pengetahuan
2.1.1        Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2003 : 62).
Pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut (Purwanto, 2008:1).
5
 

 
Pengetahuan merupakan justified true believe. Seorang individu membenarkan (justifies) kebenaran atas kepercayaannya berdasarkan observasinya mengenai dunia. Jadi bila seseorang menciptakan pengetahuan, ia menciptakan pemahaman atas suatu situasi baru dengan cara berpegang pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Dalam definisi ini, pengetahuan merupakan konstruksi dari kenyataan, dibandingkan sesuatu yang benar secara abstrak. Penciptaan pengetahuan tidak hanya merupakan kompilasi dari fakta, namun proses yang unik pada manusia yang sulit disederhanakan atau ditiru. Penciptaaan pengetahuan melibatkan perasaan dan sistem kepercayaan (belief sistems) dimana perasaan atau sistem kepercayaan itu bisa tidak disadari (Purwanto, 2008:2)
Berdasarkan rujukan di atas jelas bahwa pengetahuan adalah hasil tahu setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek yang merupakan kebenaran atas kepercayaan. Pengetahuan akan mempengaruhi perilaku seseorang, dengan kata lain perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
2.1.2        Ranah Kognitif
Menurut Notoatmodjo (2003 : 128-130) pengetahuan dibagi kedalam 6 domain yang meliputi tahu, paham, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
1.    Tahu (Know)
Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Tahu artinya dapat mengingat kembali suatu materi yang pernah dipelajari sebelumnya. Kata Tanya untuk mengukur orang tahu adalah dapat menyebutkan, menguraikan, mendifinisikan dan menyatakan.



2.    Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan dan dapat menginterprestasikan dengan benar tentang objek yang diketahui.
3.    Penerapan (Aplication)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi nyata atau dapat menggunakan hukum, rumus, metode dalam situasi nyata.
4.     Analisis (Analysis)
Kemampuan untuk menguraikan objek ke dalam bagian yang lebih kecil tetapi masih di dalam struktur objek tersebut dan masih terkait satu sama lain. Ukuran kemampuan analisis adalah dapat menggambarkan, membuat bagan, memisahkan.
5.    Sintesis (Synthesis)
Suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Ukuran kemampuan sintesis antara lain dapat menyusun, meringkaskan, merencanakan, menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada.
6.    Evaluasi (Evaluation)
          Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek, evaluasi dapat menggunakan kriteria yang telah ada atau dapat menyusun sendiri (Notoatmodjo, 2003:128-130).

2.1.3         Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003 : 6) cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dibedakan menajdi dua yaitu cara kuno dan cara modern.
1.         Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1.      Cara coba salah (Trial dan  Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan dan bahkan mungkin sebelum adanya peradapan yang dilakukan dengan menggunakan kemungkinaan yang lain sampai masalah dapat dipecahkan.
2.      Cara kekuasaan atau otoriter
Cara ini dapat berupa pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan. Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang punya otoriter, tanpa terlebih dahulu membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta empiris maupun berdasarkan masa lalu.
3.      Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapkan pada masa lalu.


4.      Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikiran, baik melalui induksi maupun deduksi. Apabila proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan khusus kepada yang umum dinamakan induksi, sedangkan deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada yang khusus.
2.         Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah“ atau lebih populer disebut metodologi penelitian. Cara ini dikembangkan Franeuis Bacor (1561-1626) kemudian Deobold van Dallien akhirnya lahir suatu cara penelitian yang dewasa ini dikenal sebagai metodologi penelitian ilmiah (Notoatmodjo, 2003:24)
2.1.4        Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Secara global pengetahuan dipengaruhi oleh banyak hal. Namun terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi pengetahuan (Nursalam,2001) diantaranya adalah :
1.        Faktor Intrinsik
a.    Sifat Kepribadian
Tingkah laku individu bersifat unit sesuai kepribadian yang dimiliki karena dapat dipengaruhi oleh aspek kepribadian seperti pengalaman hidup, perubahan usia, watak, temperamen system nilai serta kepercayaan.

b.    Bakat Bawaan
Bakat sangat berpengaruh dalam tingkah laku karena merupakan interaksi dari faktor keturunan dan lingkungan.
c.    Intelegensi
Seseorang yang mempunyai intelegensi rendah akan bertingkah laku lambat dalam pengambilan keputusan.
d.    Motivasi
Motivasi dapat diartikan sebagai kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu.
e.     Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan logis .
f.      Pendidikan
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi, misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga meningkatkan kualitas hidup. Oleh sebab itu, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka makin mudah menerima informasi.
g.    Pekerjaan
 Bekerja merupakan kegiatan yang menyita waktu. Seseorang bekerja bertujuan untuk mencapai keadaan yang lebih baik dari keadaan sebelumnya. Dengan bekerja seseorang memperoleh berbagai pengalaman.

h.    Informasi
Informasi adalah penerangan, pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu keseluruhan makna yang menunjang amanat. Pengetahuan diperoleh melalui informasi yaitu kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, misalnya membaca surat kabar, mendengarkan radio, melihat televisi dan sebagainya. 
2.        Faktor Ekstrinsik
a.     Lingkungan
Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada di sekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai sistem adaptif yang melibatkan baik faktor internal maupun eksternal.
b.     Agama
Agama menjadikan orang bertambah pengetahuan  yang berkaitan dengan kehidupan spiritual.
c.    Kebudayaan
Kebudayaan yang berlaku disuatu wilayah secara tidak langsung akan memberikan pengaruh yang besar kepada seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Masyarakat yang memegang teguh adat dan budayanya cenerung lebih susah untuk memperoleh pengetahuan dibandingkan dengan masyarakat yang mempunyai kultur budaya yang terbuka.

2.1.5        Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur.
Untuk pengukuran pengetahuan menggunakan rumus :
Keterangan :
P    =    Persentase
f     =    Jumlah jawaban benar
N   =    Jumlah skor maksimal jika semua pertanyaan dijawab benar
(Budiarto, 2002:62)
Berdasarkan hasil perhitungan kemudian hasilnya diinterpretasikan dalam beberapa kategori menurut Nursalam (2003:124) yaitu :
Baik        : 76 – 100%
Cukup    : 56 – 75%
Kurang   :  < 56%
2.2        Konsep Nifas
2.2.1 Pengertian
Masa nifas (puerpurium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 2001:115). Masa nifas (puerpurium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, berlangsung selama kira – kira 6 minggu (Prawirohardjo, 2009:237). Nifas atau puerperium adalah periode waktu atau masa dimana organ reproduksi kembali kepada keadaan tidak hamil. Masa ini membutuhkan waktu sekitar enam minggu (Farrer, 2001 : 36).
2.2.2  Pembagian Masa Post Partum (Nifas)
Menurut Prawirohardjo (2009:238), nifas di bagi 3 bagian, yaitu :
1.      Puerperium Dini
Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan. Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
2.      Puerperium Intermedial
Yaitu kepulihan menyeluruh alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3.      Remote Puerperium
Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa minggu, bulan atau tahunan.
2.2.3  Perubahan Selama Post Partum (Nifas)
1.      Uterus
Involusi uterus melibatkan peng-reorganisasian dan pengguguran decidua atau endometrium serta pengelupasan situs placenta sebagaimana diperlihatkan (Varney, 2004:252). Segera setelah kelahiran bayi, placenta dan membran, beratnya adalah kurang lebih 1100 gram dengan panjang kurang lebih 15 cm, lebar 12 cm, serta 8 sampai 10 cm tebalnya. Ukuran itu adalah kurang lebih dua atau tiga kali ukuran uterus non hamil, multipara. Uterus berkurang beratnya sampai menjadi kurang lebih 500 gram pada akhir minggu pertama post partum, 300 gram sampai 350 gram pada akhir minggu kedua, 100 gram pada akhir minggu keenam, dan mencapai berat biasa non hamil 70 gram pada akhir minggu kedelapan post partum. Segera setelah kelahiran, bagian puncak dari fundus akan berada kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat tingginya diantara shympisis pubis dan umbilicus. Fundus ini kemudian akan naik ketingkat umbilicus dalam tempo beberapa jam. Ia akan tetap berada pada kurang lebih setinggi (atau satu jari lebarnya di bawah) umbilicus selama satu, dua hari dan kemudian secara berangsur-angsur turun ke pinggul, kemudian menjadi tidak dapat dipalpasi lagi bila di atas shympisis pubis setelah hari ke sepuluh (Varney, 2004:252).
2.      Involusi tempat placenta
Ekstrusi lengkap tempat placenta perlu waktu sampai 6 minggu. Proses ini mempunyai kepentingan klinik yang amat besar, karena kalau proses ini terganggu, mungkin terjadi pendarahan nifas yang lama. Segera setelah kelahiran, tempat placenta kurang lebih berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya 3 sampai 4 cm. Segera setelah berakhirnya persalinan, tempat placenta normalnya terdiri dari banyak pembuluh darah yang mengalami trombosis yang selanjutnya mengalami organisasi trombus secara khusus.

3.      Pembuluh darah uterus
Di dalam uterus sebagian besar pembuluh darah mengalami obliterasi dengan perubahan hialain, dan pembuluh yang lebih kecil tumbuh ditempat mereka. Reabsorbsi residu yang mengalami hialinisasi diselesaikan dengan proses yang serupa dengan yang di temukan di ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Tetapi sisa kecil tetap ada selama bertahun-tahun, yang dibawah mikroskop memberikan cara untuk membedakan antara uterus wanita multipara dan nullipara.
4.      Lochia
Lochia adalah nama yang diberikan pada pengeluaran dari uterus yang terlepas melalui vagina selama masa nifas (Varney, 2004:253).
Pengeluaran Lochia dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya sebagai berikut :
1)      Lochia Rubra
Keluar 1 sampai 3 hari, berwarna merah dan hitam, terdiri dari sel decidua, verniks kaseosa, rambut, sisa mekonium, sisa darah.
2)      Lochia Sanguinolenta
Keluar 3 sampai 7 hari dan berwarna putih bercampur merah.
3)      Lochia Serosa
Keluar 7 sampai 14 hari dan berwarna kekuningan.
4)      Lochia Alba
Keluar setelah hari ke 14 dan berwarna putih.
5.      Vagina dan Perineum
Segera setelah persalinan, vagina menegang disertai edema dan memar dan terbuka. Dalam satu atau dua hari edema vagina akan berkurang. Dinding vagina kembali halus dan ukuran lebih luas. Ukuran mengecil dengan terbentuk rugae 3 minggu setelah persalinan. Vagina berukuran sedikit lebih besar dari sebelum melahirkan pertama kali. Meskipun demikian latihan untuk mengencangkan otot perineum akan memulihkan tonusnya (Varney, 2004:254).
6.      Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil, (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol, dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
7.      Tanda Vital
Tekanan darah biasanya stabil dan normal, temperatur biasanya kembali normal dari kenaikannya yang sedikit selama periode melahirkan dan menjadi stabil dalam 24 jam pertama setelah melahirkan. Denyut nadi biasanya normal kecuali bila ada keluhan persalinan yang lama dan sulit atau kehilangan banyak darah (Varney, 2004:254).


8.      Perubahan Sistem Ginjal
Pelvis ginjal dan ureter yang berdilatasi selama kehamilan, kembali normal pada akhir minggu setelah melahirkan. Segera setelah melahirkan kandung kemih tampak bengkak, sedikit terbendung, dapat hipotonik, dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tidak sempurna dan adanya sisa urin yang berlebihan kecuali bila diambil langkah yang mempengaruhi ibu untuk melakukan buang air kecil secara teratur meskipun saat wanita itu tidak mempunyai keinginan buang air kecil. Efek dari trauma selama persalinan pada kandung kemih dan ureter akan menghilang dalam 24 jam pertama setelah melahirkan (Varney, 2004:255).
9.      Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat melahirkan. Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan cairan ketuban. Pada minggu pertama post partum seorang wanita akan kehilangan berat badan sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney, 2004:255).
10.  Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa berubah menjadi garis yang halus berwarna putih perak (Varney, 2004:255). Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran dan beberapa hari sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar uterus dibentuk menjadi lipatan dan kerutan. Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan mereka memerlukan  waktu cukup lama untuk kembali dari peregangan dan pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.
11.  Perubahan Hematologis
Leukositosis yang meningkatkan jumlah sel darah putih sampai sebanyak 15.000 semasa persalinan, akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama dari masa post partum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik lagi lebih tinggi sampai 25.000 atau 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit dan erytrocyte akan sangat bervariasi pada awal masa nifas sebagai akibat dari volume darah, volume plasma dan tingkat volume sel darah yang berubah-ubah (Varney, 2004:256).
12.  Sistem Endokrin
1)      Hormon Placenta
Selama periode pascapartum, terjadi perubahan hormon yang besar. Pengeluaran placenta menyebabkan penurunan signifikan hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon Human Placcental Lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta placenta enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium.


2)      Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Waktu dimulainya ovarium dan menstruasi pada wanita menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar Follicle-Stimulating Hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, dismpulkan ovarium tidak berespons terhadap stimulasi FSH kadar prolaktin meningkat.
13.  Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperkirakan 2 sampai 8 minggu mengalami hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa  menetap selama tiga bulan.
14.  Sistem Cerna
1)      Nafsu Makan
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi makanan ringan dan setelah pulih dari efek analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering ditemukan.
2)      Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3)      Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, ibu biasanya merasakan nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur bisa dicapai kembali setelah tonus usus kembali normal.
15.  Sistem Kardiovaskuler
1)      Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung beberapa faktor, misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
2)      Curah jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintas sirkuit etoroplacenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
16.  Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total diharapkan terjadi setelah melahirkan (Varney, 2004:156).
2.2.4  Tujuan Asuhan Masa Nifas
Asuhan masa nifas dilaksanakan dengan tujuan untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya, melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi dan memberi pendidikan kesehatan tentang : perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana (KB), menyusui, pemberian imunisasi pada bayinya dan perawatan bayi sehat serta memberikan pelayanan KB.
2.2.5  Peran dan Tanggung Jawab Bidan
Peran dan tanggungjawab bidan pada asuhan masa nifas antara lain pengawasan kesehatan ibu nifas, mendeteksi komplikasi, mengevaluasi kebutuhan eliminasi, menfasilitasi hubungan dan ikatan batin ibu bayi, memulai dan mendorong pemberian ASI, serta memberikan pendidikan kesehatan (Sofyan, 2006:22).

2.2.6  Program dan Kebijaksanaan Teknis
Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi serta menangani masalah yang terjadi.



















Tabel 2.1 Program dan Kebijaksanaan Teknis Masa Nifas


Kunjungan
Waktu
Tujuan
1
6-8 jam setelah persalinan
1.   Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
2.   Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan : rujuk bila perdarahan berlanjut.
3.   Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.
4.   Pemberian ASI awal.
5.   Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
6.   Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia.
              Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal bersama ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil.
2
6 hari setelah persalinan
1.   Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.
2.   Menilai adanya tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.
3.   Memastikan mendapatkan cukup makanan, cairan dan istiharat.
4.   Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda penyulit.
5.   Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.
3
2 minggu setelah persalinan
Sama dengan diatas (6 hari setelah persalinan)
4
6 minggu setelah persalinan
1.   Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia alami dan bayi alami
2.   Memberikan konseling KB secara dini
Sumber: Saifudin (2002:123)

2.2.7  Perawatan Masa Nifas
1.      Pengawasan Kala IV, 1 jam pertama dari nifas meliputi pemeriksaan placenta supaya tidak ada bagian placenta yang tertinggal, pengawasan tingginya fundus uteri, pengawasan perdarahan dari vagina, pengawasan konsistensi rahim, pengawasan keadaan umum ibu.
2.      Early ambulation
Kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing ibu nifas keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan. Karena lelah habis persalinan, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan, kemudian boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah trombosi dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi tersebut bervariasi bergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka. Saat ini perawatan perenium lebih aktif dengan dianjurkan “Mobilisasi Dini” (early mobilitation), perawatan ini mempunyai keuntungan :
1)      Memperlancar pengeluaran lochea dan mengurangi infeksi nifas.
2)      Mempercepat involusi alat kandungan.
3)      Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
3.      Suhu
Harus diawasi terutama dalam minggu pertama dari masa nifas karena kenaikan suhu adalah tanda pertama dari infeksi.
4.      Miksi
Hendaknya kencing dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang wanita mengalami sulit kencing, karena spinkter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme selama persalinan. Apabila kandung kemih penuh dan wanita mengalami sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
5.      Defekasi
Jika penderita hari ketiga belum juga buang air besar, maka diberi clysma air sabun atau gliserin.
6.      Puting susu harus diperhatikan kebersihannya dan rhagade (luka pecah) harus segera diobati, karena kerusakan puting susu merupakan porte d’ entrée dan menimbulkan mastitis.
7.      Datangnya haid kembali
Ibu yang tidak menyusukan anaknya, haid datang lebih cepat dari ibu yang menyusukan anaknya. Pada ibu golongan pertama haid datang 8 minggu setelah persalinan. Pada ibu golongan kedua haid sering tidak datang selama menyusukan anaknya, tetapi kebanyakan bulan keempat.
8.      Lamanya perawatan di rumah sakit
Lamanya perawatan di rumah sakit bagi ibu bersalin di Indonesia sering ditentukan oleh keadaan sosial ekonomi. Maka pada umumnya ibu dengan persalinan biasa tidak lama tinggal di rumah sakit ±3-5 hari.
9.      Follow up
Enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri kembali.
10.  Pakaian
Pakaian agak longgar terutama di daerah dada sehingga payudara tidak tertekan, perut diikat kencang tidak akan mempengaruhi involusi.
11.  Perawatan Payudara pada Ibu Nifas
Perawatan payudara dilakukan dengan cara menjaga payudara tetap bersih dan kering, menggunakan BH yang menyokong payudara. Apabila puting susu lecet, oleskan ASI yang keluar di sekitarnya setelah   selesai menyusui. Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI dilakukan : pengompresan payudara, lakukan pengurutan payudara, susukan bayi setiap 2-3 jam sekali apabila tidak dapat menghisap seluruh ASI dikeluarkan dengan tangan, keringkan payudara dan letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.
12.  Keluarga Berencana (Varney, 2005:258)
2.2.8  Perubahan Psikologis Pada Ibu Nifas
1.    Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung hari 1-2 setelah melahirkan, pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.
2.    Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam perawatan bayi, ibu menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung.

3.    Fase Letting Go
Fase untuk menerima tanggung jawab akan peran yang berlangsung 10 hari, setelah melahirkan, sudah beradaptasi dengan bayinya.
      (Fitramaya, 2008:124).

2.3      Konsep Dasar Pantang Makanan
2.3.1        Pengertian Pantang Makan
Pantang makan adalah anjuraan yang tidak diperbolehkan dan biasanya berkaitan dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Iskandar, 2006:1).
2.3.2        Jenis Pantang Makan
Pada prinsipnya pantang makan boleh dilakukan jika hal ini dilakukan dengan benar. Menurut Krisnatuti dan Hastoro (2004) jenis makanan pantangan bagi ibu nifas (menyusui) yang dianjurkan antara   lain :
1.      Makanan awetan yang mengandung zat aditif. Makanan seperti ini kemungkinan besar dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayi.
2.      Makanan berkalori tinggi yang hanya mengandung gula, lemak dan kurang mengandung zat gizi lainnya misalnya fastfood, sofdrink, dan gorengan.

3.      Daging atau makanan yang tidak diolah dengan sempurna karena kemungkinan besar masih mengandung kuman.
4.      Kopi dan cokelat yang berlebihan. Kafein dapat meningkatkan tekanan darah yang dapat membahayakan kesehatan ibu menyusui dan bayinya.
Adapun yang tidak boleh dilakukan adalah :
                     1.       Ibu melahirkan pantang makan telur karena akan mempersulit penyembuhan luka dan pantang makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
                     2.       Pantang makan sayur terong dan buang pepaya karena takut perdarahannya tidak segera berhenti.
                     3.       Pantang makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi asin.
                     4.       Untuk ibu menyusui bayinya, makanan yang dianjurkan atau dilarang selama masa pemulihan juga berkaitan dengan bayinya. Makanan dingin (beberapa jenis buah dan sayuran) dilarang dikonsumsi karena dipercaya menyebabkan mual, kejang perut hingga kolik pada bayi.
                     5.       Sedangkan jamu (obat-obatan herbal tradisional) yang disarankan untuk wanita yang baru melahirkan juga dapat terlalu “panas” untuk bayi.
                     6.       Sayur bayam, sayur sawi, sayur nangka dan buah dapat menyebabkan bayi mengalami diare.
                     7.       Efek terjadinya aroma tertentu pada ASI belum diketahui dengan pasti, tetapi rempah-rempah dan makanan yang beraroma kuat (bawang putih) dapat mempengaruhi aroma ASI.
                     8.       Membatasi konsumsi makanan pedas dan asam untuk menghindari diare.
                     9.       Ibu harus makan lebih banyak karena untuk memenuhi nutrisi bayi.
                   10.     Hanya boleh makan lalapan pucuk daun tertentu, nasi, sambel oncom dan kunyit bakar. Kunyit bakar sangat dianjurkan agar alat reproduksi cepat kembali pulih dan sepet.
                   11.     Pantang sekali makan telur, daging-dagingan dan susu. Alasannya: nanti alat reproduksi dan air susunya anyir.
                   12.     Hindari makan makanan yang berserat seperti agar-agar, sayur dan buah karena makanan berserat hanya akan memperpanjang masa diare. Makanan berserat hanya baik untuk penderita susah buang air besar.
                   13.     Hindari makanan jemek:
                   14.     Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian, pisang, dan terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan bikin jemek atau terasa basah organ vital kaum perempuan.
                   15.     Pantang makanan yang bersantan dan pedas karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada bayinya.
                   16.     Dilarang makan yang berbau amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang membuat bayi muntah saat disusui. Selain itu juga proses penyembuhan luka jalan lahir akan lebih lambat.
                   17.     Wanita hamil yang setelah melahirkan dilarang makan telur, daging, udang, ikan laut dan  lele, keong, daun lembayung, buah pare, nenas, gula merah, dan makanan yang digoreng pakai minyak.
                   18.     Setelah melahirkan atau setelah operasi hanya boleh makan tahu dan tempe tanpa garam, dilarang bayak makan dan minum, makanan harus dibakar.
                   19.     Ibu nifas yang menyusui setelah waktu maghrib harus puasa. Hal ini tidak perlu karena ibu yang menyusui memerlukan makanan yang cukup agar ASI dapat keluar dengan lancar.
                   20.     Ibu nifas minum abu dari dapur dicampur air, disaring, dicampur garam dan asam diminumkan supaya ASI banyak.
                   21.     Hal ini tidak benar karena abu, garam dan asam tidak mengandung zat gizi yang diperlukan oleh ibu menyusui untuk memperbanyak produksi ASI-nya (Wibowo, 2006:1-3).
2.3.3        Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pantang Makanan
Pada masa nifas seringkali ibu dihadapkan oleh kondisi budaya yang secara medis dapat merugikan kesehatan ibu, misalnya berpantang makanan yang mengandung protein tinggi agar luka perineum cepat sembuh serta bayi yang menyusui tidak mengalami penyakit kulit. Munculnya pantangan ini disebabkan :
1.    Tradisi/budaya
Pada kalangan yang luas terutama pada suku jawa, diyakini bahwa mengkonsumsi makanan berprotein tinggi dapat memicu terjadinya infeksi, pada luka perineum maupun pada kulit bayi akibatnya seringkali masyarakat mewajibkan pada ibu nifas untuk menghindari makan telur atau ikan laut.
2.    Pendidikan Masyarakat
Rendahnya pendidikan masyarakat menyebabkan penerimaan tradisi sebagai sebuah pengetahuan yang merupakan landasan yang penting untuk berperilaku.
3.    Kondisi Ekonomi
Ketidak mampuan masyarakat dalam menyediakan makanan yang bergizi bagi ibu nifas menyebabkan penerimaan tradisi berpantang makanan bagi ibu nifas dapat diterima dengan mudah.
4.    Akses Pada Layanan Kesehatan
Rendahnya kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu menyebabkan masyarakat menjadi mudah terpegaruh oleh tradisi yang ada (Suririnah, 2007:2).
2.3.4        Alasan Pantang Makan
Alasan pantang makan yang paling utama dijumpai  adalah alasan budaya masyarakat. Oleh karenanya tiap daerah dengan aneka ragam budayanya tentu memiliki alasan yang berbeda-beda. Beberapa alasan yang sering terjadi adalah faktor kepercayaan terhadap tradisi leluhur dan kekuatan gaip (bisa kuwalat, melanggar akan menjadikan perut menjadi gendut, peranakan turun dan cepat mengandung lagi), faktor penampilan wanita atau ingin tetap cantik, bertubuh langsing dan memuaskan suami,  takut pada orang tua.
Adanya pantang makan merupakan gejala yang hampir universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat mempengaruhi keseimbangan unsur dalam tubuh manusia-tanah, udara, api dan air. Apabila unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada beberapa suku bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 2005:1).
Pada dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu suatu kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua praktek atau perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis atau kesehatan (Fatma, 2005:2).



2.3.5        Manfaat Pantang Makan
Manfaat pantang makan menurut masyarakat juga bervariasi. Hasil penelitian sebelumnya antara lain : “rasa aman pada diri sendiri, perut menjadi seperti keadaan semula, tidak gendut dan peranakan tidak turun”.
2.3.6        Kerugian Pantang Makan
Sebaliknya kerugian dari pantang makan setelah melahirkan umumnya tidak ada atau mereka tidak mengetahuinya. Sebagai contoh dari hasil penelitian Meutia F. Swasono (1998) di Desa Simpar dan Kosambi Jawa Barat kerugian dianggap tidak ada, dan tidak tahu mengapa harus melakukan pantangan makan selama hamil dan melahirkan, sesepuh bilang harus menjalankan.
2.3.7        Pola Makan yang Sehat Selama Masa Nifas
Petunjuk pola makan yang sehat adalah makanan yang dikonsumsi memiliki jumlah kalori dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Selain itu, pola makan harus diatur secara rasional, yaitu 3 kali sehari (pagi,siang dan malam). Selain makanan utama ibu nifas harus mengkonsumsi cemilan dan jus buah-buahan sebagai makanan selingan (Krisnatuti, 2005:1).
Ibu nifas hendaknya mengusahakan mengkonsumsi daging khususnya daging sapi agar penurunana berat badan berjalan lebih cepat. Dan produksi ASI tetap lancar, karena daging sapi memiliki banyak serat yag dapat memperlancar buang air besar. Sehingga tanpa diet ibu tetap memiliki badan yang ideal. Selain itu sayur dan buah pun juga mengandung banyak serat yang dapat memperlancar air besar pula (Iping, 2005:1). Oleh karena itu, pola makan dengan menu seimbang sangat dianjurkan yang terdiri dari jumlah kalori serta zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, serat dan air. Sedangkan jenis makanan yang sebaiknya dihindari oleh ibu nifas diantaranya adalah makanan yang mengandung zat aditif  atau bahan pengawet makanan yang berkalori tinggi, daging atau makanan yang tidak diolah dengan sempurna serta makanan yang merangsang seperti makanan pedas (Krisnatuti, 2005:1).
Perilaku makan ibu nifas secara kualitatif dapat diketahui dari frekuensi, jenis, dan porsi makan ibu selama menyusui bayinya. Frekuensi makan ibu nifas yang dianjurkan yaitu makan 3 kali sehari (pagi, siang dan malam) dan sesuai dengan porsinya. Sedangkan jenis makanan yang dianjurkan adalah semua makanan yang mengandung semua unsur utama dalam tubuh terutama karbohidrat, protein, dan lemak yang mana dikonsumsi secara seimbang dan tidak berlebihan dengan porsi makan 2 kali porsi makan waktu hamil. Ibu menyusui diwajibkan menambah konsumsi protein hewani hingga 1,5 kali dengan jumlah normal (Krisnatuti, 2005:2).




2.4      Kerangka Konseptual
Text Box: Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan ibu :
1. Faktor Intriksik
a. Sifat kepribadian
b. Bakat bawaan 
c. Intelegensi
d. Motivasi 
e. Usia  
f. Pendidikan 
g. Pekerjaan 
h. Informasi 
2. Faktor Ekstrinsik
a. Lingkungan
b. Agama 
c. Kebudayaan Kerangka Konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilaksanakan (Notoatmodjo, 2005:26).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan ibu :
1.    Faktor Intriksik
a.    Sifat kepribadian
b.    Bakat bawaan
c.    Intelegensi
d.   Motivasi
e.    Usia  
f.     Pendidikan
g.    Pekerjaan
h.    Informasi
2.    Faktor Ekstrinsik
a.    Lingkungan
b.    Agama
c.    Kebudayaan
Pengetahuan ibu nifas tentang pantang makanan pada masa nifas:
1.      Definisi pantang makanan
2.      Jenis pantang makanan
3.      Alasan pantang makanan
4.      Manfaat dan kerugian pantang makanan
 



















 
Keterangan :
                      : Di teliti
                      : Tidak di teliti

Gambar 2.5       Kerangka Konseptual Gambaran Pengetahuan Ibu Nifas tentang  Pantang Makanan pada Masa Nifas di Puskesmas Desa Kedung Banteng kecamatan Sumber Manjing Wetan Kabupaten Malang.



 

 
BAB 3
METODE PENELITIAN
                                                                                 
3.1      Desain Penelitian
Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian yang memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk  mendeskriptifkan (memaparkan) peristiwa-peristiwa penting yang terjadi yang dilakukan sacara sistematis dan lebih menekankan pada data faktual daripada penyimpulan (Nursalam, 2008).













36
 
 

3.2  Kerangka Kerja
Populasi
Seluruh Ibu nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang yang berjumlah 34 orang
 
Kerangka kerja adalah pentahapan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2003: 212). Kerangka kerja dalam penelitian ini adalah :

           





Sampel
Seluruh ibu nifas yang berada di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan,Kabupaten Malang
                       

Sampling
Menggunakan sampling total sampling

Pengumpulan Data
Alat Pengumpulan Data dengan menggunakan lembar kuesioner

Analisa Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Simpulan dan Saran

Gambar 3.1     Kerangka Kerja Gambaran  Pengetahuan Ibu Nifas tentang  Pantang Makanan pada Masa Nifas di Desa Kedung Banteng  Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.



3.3  Populasi, Sampel dan Sampling
3.3.1        Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005). Pada penelitian ini populasinya adalah semua ibu nifas yang ada di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang yang berjumlah 34 ibu nifas.
3.3.2        Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2003). Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
3.3.3        Sampling
Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel yang digunakan dalam penelitian (Alimul, 2003). Pada penelitian ini mengambil secara total sampling yaitu seluruh subyek dalam populasi untuk dipilih sebagai sample. (Notoamodjo, 2002)
3.4  Variabel  Penelitian
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai berbeda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran suatu penelitian (Nursalam, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah pengetahuan Ibu Nifas tentang Pantangan Makanan pada Masa Nifas.
3.5  Definisi Operasional
Definisi Operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional dan berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Alimul, 2007).  Dalam penelitian ini definisi operasional disajikan dalam bentuk tabel di bawah ini:

Tabel 3.1.     Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Nutrisi dengan Pantang Makanan pada Masa Nifas di Puskesmas Peterongan Kabupaten Jombang
                                                                             
Variabel
Definisi Operasional
Parameter
Alat ukur
Skala
Skor
pengetahuan ibu nifas tentang pantang makanan pada masa nifas


Segala sesuatu yang diketahui ibu nifas tentang pantang makanan pada ibu nifas
1.  Pengertian pantang makanan
2.  Jenis pantangan makanan
3.  Alasan pantang makanan
4.  Manfaat dan kerugian pantangan makanan.

Kuesioner

O
R
D
I
N
A
L

Skor
Benar = 1
Salah = 0
Kemudian dikriteriakan:
-    Baik : 76-100%
-    Cukup: 56-75%
-    Kurang: <56%








3.6  Tempat dan Waktu
Penelitian akan dilakukan pada Bulan  Mei sampai Juni 2011di Desa Kedung Banteng  Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang.
3.7  Teknik Pengumpulan Data
3.7.1 Proses Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu izin untuk melakukan penelitian di tempat penelitian. Dalam melakukan ini, peneliti mengajukan permohonan izin dari Ketua Stikes Dian Husada Mojokerto, setelah mendapatkan izin dari Ketua Stikes Dian Husada Mojokerto. Kemudian permohonan penelitian di ajukan ke bidan, Setelah mendapat balasan atau izin untuk penelitian. Kemudian peneliti datang ke Responden untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari peneliti yang akan dilakukan tersebut. Kemudian peneliti melakukan kegiatan penelitian.

3.7.2        Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat bantu penelitian yang digunakan untuk melakukan proses pengumpulan data (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data berupa kuesioner tertutup tentang cara menyusui yang benar. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang responden ketahui. Kuesioner tertutup adalah jenis instrumen penelitian yang tidak memberikan kesempatan kepada responden untuk memberikan jawaban selain yang disediakan dan untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan dan pengkategorian. (Setiadi, 2007)

3.8  Analisa Data
Setelah data terkumpul, maka dilakukan pengolahan data melalui tahapan Editing, Coding, Scoring, dan Tabulasi.
3.8.1        Editing
Editing adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk meneliti kembali apakah isian pada lembar pada pengumpulan data (kuesioner) sudah cukup baik sebagai upaya menjaga kualitas data agar dapat diproses lebih lanjut (Nasir, 2005).
3.8.2        Coding
Coding adalah Mengklasifikasikan jawaban dari responden menurut kriteria tertentu. Klasifikasi pada umumnya ditandai dengan kode tertentu yang biasanya berupa angka (Nasir, 2005).
Pengetahuan :
1 = kurang
2 = cukup
3 = baik
Umur :
1 = < 20 tahun
2 = 20-35 tahun
3 = > 35 tahun
Pekerjaan :
1 = Ibu Rumah Tangga
2 = Wiraswasta
3 = Tani
4 = Pegawai Negeri
5 = Swasta
Pendidikan :
1 = SD
2 = SMP
3 = SMA
4 = Ahli Madya, Sarjana (S1, S2)         (Arikunto, 2006)

3.8.3        Scoring
Menjumlahkan atau scoring adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjumlahkan semua jawaban dari responden untuk kemudian dilakukan pengklasifikasian atas jawaban (Setiadi, 2007).
Setelah kuesioner diklasifikasikan dan dimasukkan dalam tabel distribusi frekuensi, selanjutnya data ditabulasi dan di kelompokkan sesuai dengan sub variabel yang diteliti, jawaban responden dijumlah dan dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan, kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase. Adapun rumus yang digunakan adalah :



P = ×100%

 
 



Keterangan :
P  = Prosentase skor
X = Skor yang didapat
N = Skor tertinggi                                                  (Nursalam, 2008)

Kriteria penelitian dibagi menjadi :
Baik                                 = 76 - 100 %
Cukup                             = 56 – 75 %
Kurang                         = < 56 %                           (Nursalam, 2008)

3.8.4        Tabulating
Kegiatan penelitian yang dilakukan dalam tahapan tabulasi ini diantaranya adalah :
1.     Memberikan skor (skoring) terhadap item-item yang untuk jawaban benar diberikan nilai 1(satu) dan untuk jawaban salah diberikan nilai 0 (nol)
2.    Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor penentuan pengetahuan ibu nifas tentang pantang makanan pada masa nifas di Desa Kedung Banteng Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang. Hasil pengolahan data dalam bentuk prosentase kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria kuantitatif  sebagai berikut:
100 %              = Seluruhnya
76-95%            =  Hampir seluruhnya
51-75%            = Sebagian besar
50%                 = Setengahnya
26-49%            = Hampir Setengahnya
1-25%              = Sebagian kecil
0%                   = Tidak sama sekali                            (Arikunto, 2002)

3.9  Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada institusi pendidikan untuk mendapatkan persetujuan. Setalah itu baru melakukan penelitian pada responden dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
3.9.1  Informed Consent (persetujuan)
Informed Consent diberikan sebelum penelitian dilakukan pada subjek penelitian. Subjek diberi tahu tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika subjek bersedia responden menandatangani lembar persetujuan.
3.9.2  Anonimity (Tanpa nama)
Responden tidak perlu mencantumkan namanya pada lembar pengumpulan data tetapi cukup menuliskan nomor responden atau inisial saja untuk menjamin kerahasiaan identitas.



3.9.3  Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diperoleh dari responden akan dijamin kerahasiaan oleh peneliti. Penyajian data atau hasil penelitian hanya ditampilkan pada forum Akademis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar