Rabu, 15 Juni 2011

Penbelajaran pada anak usia dini


BAB I
PENDAHULUAN



1.1  Latar Belakang
Dalam pembelajaran kanak-kanak atau usia dini ada tiga hal yang harus dikuasai anak-anak yang meliputi membaca, menulis dan berhitung atau biasanya disebut dengan calistung. Dari ketiga hal tersebut merupakan fenomena tersendiri yang dibicarakan oleh para orang tua yang memiliki anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar karena mereka khawatir anak-anaknya tidak mampu mengikuti pelajaran disekolahnya nanti jika dari awal belum dibekali keterampilan calistung.
Berdasarkan diskusi dengan guru TK Darma Wanita Randugenengan, Mojokerto Tahun Pelajaran 2010-2011 dapat diketahui bahwa pelajaran membaca berbagai macam bacaan, berhitung hitungan dasar, dan menulis sangat rendah. Hal ini dapat dilihat melalui catatan penilaian sehari-hari dalam kelas dan penelitian tindakan langsung dalam kelas. Dalam proses pembelajaran sering dijumpai sebagai besar siswa mengalami kesulitan untuk membaca, menulis dan berhitung. Kekhawatiran orang tua pun semakin mencuat ketika anak-anaknya belum bisa membaca, menulis dan berhitung menjelang masuk sekolah dasar. Hal ini membuat para orang tua akhirnya sedikit memaksa anaknya untuk belajar calistung khususnya membaca. Terlebih lagi istilah ‘’ Tidak Lulus’’, ‘’Tidak Naik Kelas’’. Kini semakin menakutkan karena akan berpengaruh pada biaya sekolah yang bertambah kalau akhirnya harus mengulang kelas.
Selama ini taman kanak-kanak didefinisikan sebagai tempat untuk mempersiapkan anak-anak memasuki masa sekolah yang dimulai dijenjang sekolah dasar. Kegiatan yang dilakukan ditaman kanak-kanak pun hanyalah bermain dan mempergunakan alat-alat bermaian edukatif. Pelajaran membaca, menulis dan berhitung tidak diperkenankan ditingkat taman kanak-kanak, kecuali hanya menenakan huruf-huruf, angka-angka, itupun dilakukan setelah anak-anak memasuki TK B
Akan tetapi, pada perkembangan terakhir hal itu menimbulkan sedikit masalah, karena ternyata pelajaran di kelas 1  sekolah dasar sulit diikuti jika asumsinya anak lulusan TK belum mendapat pelajaran calistung. Karena tuntutan itu lah, akhirnya banyak TK yang secara mandiri mengupayakan pelajaran membaca bagi murid-muridnya. Berbagai metode mengajar diperaktikkan, dengan harapan bisa membantu anak-anak untuk menguasai keterampilan tersebut. Namun banyak pula diantaranya yang masih mengalami kesulitan.
Keterampilan membaca merupakan jenis berbahasa ragam tulis yang bersifat reseftif  yang berkaitan erat dengan 3 jenis keterampilan berbahasa lainnya. Membaca merupakan kunci kesuksesan siswa di sekolah. Kemampuan membaca yang baik adalah modal dasar untuk keberhasilan dalam berbagai mata pelajaran. Di Sekolah Dasar membaca merupakan salah satu pelajaran pokok selain berhitung dan menulis (Sandjaja, 1993). Membaca merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh semua siswa karena melalui membaca siswa dapat belajar banyak tentang berbagai bidang studi (Abdurrahman, 1999). Ditambahkan oleh Santrock (1996) bahwa membaca menjadi suatu ketrampilan khusus selama tahun-tahun sekolah dasar. Apabila anak tidak berkompeten membaca, maka anak merasa tidak beruntung terutama di dalam pergaulan dengan teman-temannya di sekolahnya. Hal itu disebabkan kemampuan membaca merupakan pendukung penting dalam pelaksanaan kurikulum sekolah, termasuk literatur, ilmu pengetahuan, studi-studi sosial dan matematik (Morris dkk., 2000). Lebih lanjut Morris mengatakan bahwa kemampuan membaca merupakan dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajar berbagai bidang studi pada kelas-kelas berikutnya.
Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang menghadapi kesulitan terbesar dalam membaca di kelas-kelas dasar adalah mereka yang mulai bersekolah dengan keterampilan verbal yang kurang, pemahaman fonologi yang kurang, pengetahuan abjad yang kurang, dan kurang memahami tujuan dasar dan mekanisme membaca (Adams 1990; Kamhi 1989; Kamhi & Catts 1989; Snowling 1987, 2001). Oleh karena itu, untuk anak yang beresiko tertinggi mengalami kesulitan membaca, pengayaan lingkungan prasekolah dan pengajaran yang baik di kelas-kelas dasar dapat merupakan faktor penentu bagi keberhasilan dalam bidang membaca dan menulis. Tidak ada waktu sepenting tahun-tahun pertama masa kehidupan dan masa sekolah anak. Oleh karenanya, kami akan membahas lebih lanjut tentang perkembangan membaca dan pencegahan kesulitan membaca pada anak SD di kelas rendah.

1.2  Fenomena dan Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka fenomena masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca, menulis dan berhitung pada anak usia dini yang dibagi dalam beberapa fokus yaitu: (1) Untuk mengetahui perkembangan membaca pada anak dikelas rendah. (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca pada anak usia dini.

1.3  Tujuan
Berdaarkan fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan membaca yang meliputi: (1) Untuk mengetahui perkembangan membaca pada anak dikelas rendah. (2) Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kemampuan membaca pada anak usia dini.

1.4  Manfaat
Manfaat dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu manfaat secara praktis dan manfaat secara teoritis:
1.      Manfaat Praktis
Hasil dalam penelitian ini dapat digunakan oleh pembaca sebagai sarana pendidikan dan dapat menumbuhkan kritik moral bagi pembaca dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan konstribusi pada perkembangan anak usia dini, khususnya pengetahuan pengembangan membaca bagi anak usia dini.




















BAB II
PEMBAHASAN


2.1    Bahasa dan Membaca
Bahasa adalah kode yang disepakati oleh masyarakat sosial yang mewakili ide-ide melalui penggunaan simbol-simbol arbitrer dan kaidah-kaidah yang mengatur kombinasi simbol-simbol tersebut (Bernstein dan Tigerman, 1993). Bahasa merupakan suatu sistem kombinasi sejumlah komponen kaidah yang kompleks. Bloom dan Lahey (1978) memandang bahasa sebagai suatu kombinasi antara tiga komponen utama: bentuk, isi dan penggunaan. Bentuk suatu ujaran dalam bahasa lisan dapat digambarkan berdasarkan bentuk fonetik dan akustiknya, tetapi bila kita hanya menggambarkan bentuknya saja, maka kita akan terbatas pada penggambaran bentuk atau kontur fitur permukaan ujaran saja. Ini biasanya dilakukan berdasarkan unit fonologi (bunyi atau struktur bunyi), morfologi (unit-unit makna berupa kata atau infleksi), dan sintaks (kombinasi antara berbagai unit makna). Isi bahasa adalah maknanya atau semantik- yaitu representasi linguistik dari apa yang diketahui seseorang tentang dunia benda, peristiwa dan kaitannya. Representasi linguistik tentang isi bahasa tergantung pada kode – yaitu suatu sistem isyarat arbitrer yang konvensional – yang memberi bentuk kepada bahasa (Bloom dan Lahey, 1978).
Anak mungkin berkesulitan dalam mengembangkan pengetahuan yang sesuai usia dalam salah satu dari ketiga dimensi bahasa (isi, bentuk atau penggunaan), dan kesulitan dalam satu dimensi dapat mengakibatkan kesulitan dalam dimensi lainnya. Kesulitan dalam dimensi bentuk mungkin terbatas hanya pada fonologi, tetapi kesulitan dalam mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang fonologi bahasa dapat mempengaruhi perkembangan dalam bidang morfologi dan sintaks.
Masalah dalam kemampuan mengembangkan kemampuan bahasa yang sesuai usia di dalam berbagai dimensi bahasa biasanya akan menimbulkan masalah dalam pengembangan kemampuan membaca dan menulis yang sesuai usia. Masalah-masalah ini mungkin terkait dengan perkembangan membaca pada berbagai tingkatan. Kesulitan dalam dimensi bentuk dapat mengakibatkan masalah dalam “memecahkan” kode bacaan. Anak yang bermasalah dalam mengembangkan pengetahuan tentang bentuk bahasanya dapat bermasalah dalam memahami struktur bunyi dan dalam memahami hubungan huruf-bunyi yang diperlukan untuk “memecahkan kode” bahasa tulis. Di pihak lain, anak yang berkesulitan memahami isi bahasa mungkin akan dapat “memecahkan kode” dengan mudah, tetapi mereka mungkin berkesulitan dalam memahami apa yang dibacanya. Siswa juga mungkin berkesulitan dalam membaca karena mereka berkesulitan dalam menggunakan bahasa. Tujuan pengajaran membaca adalah membaca untuk belajar (atau membaca untuk kesenangan). Pembaca harus dapat masuk ke dalam semacam dialog dengan penulis. Untuk belajar dan mengerti suatu teks diperlukan pengembangan strategi untuk memahami maksud penulis. Teks yang berbeda memerlukan strategi yang berbeda untuk memahaminya.

2.2    Perkembangan Keterampialan Membaca
Belajar membaca mencakup perolehan kecakapan yang dibangun pada keteampilan sebelumnya. Jeanne Chall (1979) mengemukakan ada lima tahapan dalam perkemnbangan kemampuan membaca, dimulai dari keterampilan pre-reading hingga ke kemampuan membaca yang sangat tinggi pada orang dewasa.
Tahap 0, dimulai dari masa anak masuk kelas pertama, anak harus menguasai persyaratan membaca, yakni belajar membedakan huruf dan alfabet. Kemudian pada anak masuk sekolah, banyak anak yang bisa ‘’membaca’’ beberapa kata, seperti ‘’pepsi’’. Kemampuan mereka untuk mengenali simbol-simbol populer ini karena seringnya melihat ditelevisi ataupun disisi jalan serta meja makan. Hal ini mengindikasikan bahwa mereka dapat membedakan antara pola huruf, meskipun belum dapat mengerti kata itu sendiri. Pengetahuan anak-anak tentang huruf dan kata saat ini secara umum lebih baik ketimbang beberapa generasi sebelumnya, hal ini dikarenakan pengaruh acara televisi anak seperti ‘’sesame street’’.
Tahap 1, mencakup tahun pertama dikelas satu. Anak belajar percakapan fonologi yaitu keterampilan yang digunakan untuk menerjemahkan simbol-simbol kedalam suara dan kata-kata. Kemampuan ini diikuti dengan tahap ke dua pada kelas dua dan tiga, dimana anak sudah belajar membaca dengan fasih. Diakhir kelas tiga, kebanyakan anak sekolah sudah menguasai hubungan dari huruf-ke-suara dan dapat membaca sebagian besar kata dan kalimat sederhana yang diberikan.
Perubahan dari learning to read menuju reading to learn di mulai dari tahap tiga, dimulai dari kelas empat sampai kelas delapan anak – anak tahap ini sudah bisa mendapatkan informasi dari materi tertulis,dan ini direfleksikan dari kurikulum sekolah.
Tahap 4 dimulai dari saat sekolah tinggi,direfleksikan dengan kemampuan baca yang sangat fasih. Anak menjadi semakin dapat memahami beragam materi bacaan dan menarik kesimpulan dan apa yang mereka baca.

2.3    Kemampuan Membaca dan Perkembangan Kognitif
Kemampuan baca yang benar – benar fasih tidak dilakukan dengan menyuarakan setiap huruf namun dengan secara langsung mendapatkan arti keseluruhan kata dari memori (keseluruhan kata yang berdasar visual)
Kunci bagi kemampuan baca yang fasih adalah proses automatis  yakni pemerolehan arti kata tanpa melakukan usaha (otomatia). Kemampuan mengakses kemampuan arti kata, memperluas sumber daya terbatas dari seseorang dari proses ini sangat penting bagi kemampuan baca yang sangat penting bagi kemampuan baca yang terampil. Ketika terlalu banyak sumber daya mental digumakan hanya untuk mendapatkan arti kata individual, maka terlalu sedikit sumber daya yang tinggal untuk memenggal kata – kata dan memahami arti yang lebih besar dari suatu teks.

2.4  Pengajaran Membaca
Ada dua pendekatan penting pada instruksi membaca dan komentar tentang bagaimana bukti penelitian dipertimbangkan dalam topik ini. Pada dasarnya dan secara sederhana instruksi membaca dapat dipikirkan sebagai
1.      Proses bawa keatas, anak – anak mempelajari komponen – komponen individu suatu bacaan (mengidentifikasi huruf) dan meletakanya bersama untuk memperoleh makna.
2.      Proses atas kebawah, tujuan, pengetahuan latar belakang, dan ekspektasi anak – anak menentukan informasi yang dipilih dari teks. Proses terakhir ini merupakan suatu perspektif konstruktifis.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Membaca pada Anak Usia Dini
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca. Menurut Lamb dan Arnold (1976) faktor – faktor tersebut adalah faktor fisiologis, intelektual lingkungan, dan psikologis.
a)      Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencangkup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Beberapa ahli mengemukakan bahwa keterbatasan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurangmatangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka. Guru hendaknya cepat menemukan tanda – tanda yang disebutkan di atas.
Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bisa memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak, seperti anak sering menggosok – gosok matanya, dan mengerjap – ngerjapkan matanya ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti di atas, guru harus menyarankan kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang dialami oleh seorang anak. Makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula masalaha anak dapat diselesaikan. Sebaiknya, anak – anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai membaca permulaan.
Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya, beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbol – simbol cetakan, seperti huruf – huruf, angka – angka, dan kata – kata misalnya anak belum bisa membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran (auditory discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca anak.
b)      Faktor Intelektual
Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan meresponsnya secara tepat. Terkait dengan penjelasan Heinz di atas, Wechster mengemukakan bahwa intelegensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.
Penelitian Ehansky dan Muehl dan Forrell yang dikutip oleh Harris dan Sipay menunjukkan bahwa secara umum ada hubungan posirif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata – rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rubin bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi eenjadi pembaca yang baik.
c)      Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan baca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup (1) latar belakang dan pengalaman siswa dirumah, dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa.
  • Latar belakang dan pengalaman anak di rumah
Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahasa anak. Kondisi di rumah memengaruhi pribadi dan penyesuaian diri anak dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu anak, dan dapat juga menghalangi anak belajar membaca. Anak yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak – anaknya, dan mempersiapkan mereka dengan rasa harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.
Rubin (1993) mengemukakan bahwa orang tua yang hangat, demokratis, bisa mengarahkan anak – anak mereka pada kegiatan yang berorientasi pendidikan, suka menantang anak untuk berfikir , dan suka mendorong anak untuk mandiri merupakan orang tua yang memiliki sikap yang dibutuhkan anak sebagai persiapan yang baik untuk belajar di sekolah. Di samping itu, komposisi orang dewasa dalam lingkungan rumah juga berpengaruh pada kemampuan membaca anak. Anak yang dibesarkan oleh kedua orang tuanya , orang tua tunggal, seorang pembantu rumah tangga, atau orang tua angkat akan memengaruhi sikap dan tingkah laku anak. Anak yang dibesarkan oleh ibu saja berbeda dengan anak yang dibesarkan oleh seorang ayah saja. Kematian salah seorang anggota keluarga umumnya akan menyababkan tekanan pada anak – anak. Perceraian juga merupakan pengalaman yang traumatis bagi anak – anak. Guru hendaknya memahami tentang lingkungan keluarga anak dan peka pada perubahan yang tiba – tiba terjadi pada anak.
Rumah juga berpengaruh pada sikap anak terhadap buku dan membaca. Orang tua yang gemar membaca, memiliki koleksi buku, menghargai membaca, dan senang membacakan cerita kepada anak – anak mereka umumnya menghasilkan anak yang senang membaca.Orang tua yang mempunyai minat yang besar terhadap kegiatan sekolah di mana anak – anak mereka belajar, dapat memacu sikap positif anak terhadap belajar, khususnya belajar membaca.
Kualitas dan luasnya pengalaman anak di rumah juga penting bagi kemajuan belajar membaca. Membaca seharusnya merupakan suatu kegiatan yang bermakna. Pengalaman masa lalu anak – anak memungkinkan anak – anak untuk lebih memahami apa yang mereka baca.
  • Faktor sosial ekonomi
Ada kecenderungan orang tua kelas menengah ke atas merasa bahwa anak – anak mereka siap lebih awal dalam membaca permulaan. Namun, usaha orang tua hendaknya tidak berhenti hanya sampai pada membaca permulaan saja. Orang tua harus melanjutkan kagiatan membaca anak secara terus – menerus. Anak lebih membutuhkan perhatian daripada uang. Oleh sebab itu, orang tua hendaknya menghabiskan waktu mereka untuk berbicara dengan anak mereka agar anak menyenangi membaca dan berbagi buku cerita dan pengaaman membaca dengan anak – anak. Sebaliknya, anak – anak yang berasal dari keluarga kelas rendah yang berusaha mengejar kegiatan – kegiatan tersebut akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk menjadi pembaca yang baik.
Faktor sosioekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah siswa. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosioekonomi siswa mempengaruhi kemampuan verbal siswa. Semakin tinggi status sosioekonomi siswa semakin tinggi kemampuan verbal siswa. Anak – anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak – anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan inteligensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca anak. Anak – anak yang berasal dari rumah yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.
d)     Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga memengaruhi kemajuan kemampuan membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi, (2) minat, dan (3) kematangan sosial, emosi,dan penyesuaian diri.
  • Motivasi
Motivasi adalah faktor kunci dalam belajar membaca. Eanes mengemukakan bahwa kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa praktik pengajaran yang relevan dengan minat dan pengalaman anak sehingga anak memahami belajar itu sebagai suatu kebutuhan.
Crawley dan Mountain mengemukakan bahwa motivasi ialah sesuatu yang mendorong seseorang belajar atau melakukan suatu kegiatan. Motivasi belajar memengaruhi minat dan hasil belajar siswa.
Suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan mengoptimalkan kerja otak siswa. Di samping itu, suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan akan lebih memotivasi siswa agar belajar lebih intensif. Seseorang tidak berminat membaca kalau dalam keadaan tertekan. Untuk usia dini bisa diwujudkan dalam bentuk permainan, sedangkan pada siswa kelas tinggi bermain dapat dikembangkan melalui eksperimen. Misalnya, setelah membaca materi bacaan yang menjelaskan tentang petunjuk membuat pesawat terbang dari kertas, kemudian siswa mencoba memodifikasinya sehingga pesawatnya bisa terbang lebih jauh.
  • Minat
Minat baca ialah keinginan yang kuat disertai usaha – usaha seseorang untuk membaca. Orang yang mempunyai minat membaca yang kuat akan diwujudkannya dalam kesediaannya untuk mendapat bahan bacaan dan kemudian membacanya atas kesadarannya sendiri.
Seorang guru harus berusaha memotivasi siswanya. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap membaca, akan mempunyai minat yang tinggi pula terhadap kegiatan membaca.
  • Kematangan sosio dan emosi serta penyesuaian diri
Seorang siswa harus mempunyai pengontrolan emosi pada tingkat tertentu. Anak – anak yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri, atau mendongkol akan mendapat kesulitan dalam pelajaran membaca. Sebaliknya, anak – anak yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya. Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak – anak dalam memahami bacaan akan meningkat.
Percaya diri sangat dibutuhkan oleh anak – anak. Anak – anak yang kurang percaya diri di dalam kelas, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri dan selalu meminta untuk diperhatikan guru.




























BAB III
METODE PENELITIAN


3.1  Metode dan Teknik Penelitian
Sebuah penelitian akan mencapai hasil yang maksimal apabila metode yang digunakan sesuai dengan jenis penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu atau gejala yang terjadi atau yang nyata. Dengan demikian hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bukan berupa angka-angka melainkan berupa kutipan-kutipan atau kata-kata yang di kutip dari kumpulan data yang ada, sehingga dari hasil tersebut dapat diketahui perkembangan membaca, menulis dan berhitung bagi siswa usia dini.

3.1.1 Metode Penelitian
Bogdan dan Taylor (dalam Meleong, 2006:4) menerangkan bahwa penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena data yang diperoleh adalah berupa data deskriptif dan memberikan gambaran atau lukisan secara sistematis, factual, dan akurat mengenai kemampuan membaca pada anak usia dini.

3.1.2        Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah siswa-siswi TK Darma Wanita Randugenengan, Mojokerto Tahun Pelajaran 2010-2011.

3.1.3        Tahap-Tahap Penelitian
Secara garis besar Meleong (2006: 127-148) memaparkan tiga tahapan dalam penelitian kualitatif, yaitu:


1.      Tahap Pralapangan
Sehubungan penelitian tentang peningkatan kemampuan Sehubungan dengan penelitian tentang peningkatan kemampuan membaca pada anak usia dini, maka kegitan yang dilakukan pada tahap ini terdiri dari menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, dan menyiapkan peralatan penelitian.
2.      Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini adalah tahap dimulainya kegiatan penelitian. Pada tahap ini fokus penelitian sudah diputuskan dan sudah mulai memasuki lapangan penelitian. Dalam tahap ini dilakukan pengamatan dan pencatatan langsung untuk mencari data-data yang dibutuhkan pada penelitian.
3.      Tahap Analisis Data
Pada tahap ini mulai dilakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh di lapangan. Kemudian dilakukan penyusunan laporan penelitian yang disusun secara sistematis dan sesuai dengan buku panduan pedoman penelitian.

3.1.4        Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui teks, pengamatan teks, dan pencatatan yang ditempuh dalam beberapa tahapan yaitu: (1)  menganalisis dalam kelas secara langsung. (2) menyimpulkan hasilnya.

3.1.5        Prosedur Analisis Data, Jenis Data, dan Teknik Analisis Data
3.1.5.1  Prosedur Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam penelitian. Analisis data merupakan proses menelaah seluruh data yang telah tersedia yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, pencatatan, perekaman, dokumen, dan sebagainya (Moleong dalam Supratno, 2010:72)
                        Prosedur  analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1.         Reduksi data (pemilahan), peneliti memilah data yang ada sesuai dengan kebutuhan.
2.         Display data (klasifikasi), peneliti mengklasifikasi data yang sudah dipilah berdasarkan fokus masalah
3.         Koding, peneliti memberi kode data-data yang sudah di klsifikasi dengan tanda-tanda tertentu.
4.         Intepretasi, peneliti melakukan intepretasi terhadap data-data yang sudah ada dengan berlandaskan pada kajian pustaka.
5.         Pengambilan simpulan, peneliti mengambil simpulan dari hasil intepretasi data.

3.1.5.2  Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah berupa peningkatan kemampuan membaca pada anak usia dini.

3.1.5.3 Teknik Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini didasarkan pada konsep yang ada pada kerangka teori. Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan analisis isi. Teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan makna data sehingga menimbulkan kejelasan dan dapat dipahami oleh pembaca. Sedangkan analisis isi digunakan untuk menemukan makna kata Bayle dalam Supratno (2010:76)


3.1.6        Kriteria Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Tingkat keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan melalui empat kriteria, yaitu: kriteria kepercayaan (kredibilitas), kriteria keteralihan, kriteria kebergantungan, dan kriteria kepastian. Setiap kriteria mempunyai teknik pemeriksaan keabsahan data.
Kriteria kepercayaan (kredibilitas) dapat ditempuh dengan teknik:
1.                  Memperpanjang waktu penelitian (observasi) dalam rangka untuk menemukan data-data yang sesuai dengan fokus penelitian dan untuk memahami hakikat religiusitas sastra
2.                  Mengamati secara terus menerus terhadap fokus oenelitian dalam rangka menemukan data secara cermat, rinci, dan mendalam
3.                  Triangulasi yaitu mengecek kebenaran data yang telah diperoleh dengan cara membandingkan dengan data yang diperoleh dari sumber lain pada berbagai fase penelitian dan pada waktu yang berbeda
4.                  Mendiskusikan atau membicarakan dengan orang lain dalam rangka mendapat tanggapan atau kritikan sebagai bahan menemukan kebenaran dan keabsahan data
5.                  Menganalisis kasus negative, yaitu kasus yang tidak sesuai dengan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding
6.                  Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan kepercayaan kebenaran data dengan menggunakan literature
7.                  Mengadakan pengecekan ulang terhadap data yang telah diperoleh dari karya sastra dalam rangka memperoleh kebenaran data yang telah diperoleh dan dapat memperbaiki data yang salah atau menambah data yang kurang. 
Kriteria keteralian teknik pemeriksaan keabsahan datanya dilakukan dengan membuat deskripsi secara terinci hasil penelitian, sehingga hasil penelitian ini dapat diaplikasikan atau digunakan oleh pembaca dalam konteks dan situasi yang lain.
Kriteria kebergantungan dan kepastian cara pemeriksaan keabsahan data ditempuh dengan teknik audit trail, artinya pemeriksaan penelitian oleh para ahli yaitu dosen pengampu mata kuliah metodologi penelitian untuk memeriksa ketelitian penelitian ini dan kemudian menkonformasi dan menjamin kebenarannya bila memang benar, melalui pemeriksaan data mentah, hasil analisis data, hasil sintesis data, dan catatan mengenai proses penelitian yang ditempuh peneliti. (Moleong dalam Supartno, 2010:77)

3.1.7        Teknik Mengakhiri Penelitian
Penelitian ini diakhiri setelah peneliti merasa semua data yang dibutuhkan sesuai dengan fokus penelitian sudah lengkap dan tidak lagi menemukan data baru atau sudah mengalami kejenuhan, serta telah tercapai suatu tingkat kepercayaan yang memadai mengenai kebenaran data atau hasil penelitian (Nasution dalam Supratno, 2010:77)















BAB IV
PENUTUP


4.1 SIMPULAN
      Pada tahap awal perkembangan membaca, anak harus memiliki kekuatan penalaran yang mencapai tahap operasional konkret (Piaget dalam Spiegel, 1979). Usia dari 6 – 12 tahun merupakan masa usia sekolah. Pada masa ini anak banyak mengalami perkembangan dalam segi kognitif. Anak cenderung mengembangkan kemampuan belajar, persepsi, penalaran, memori, dan bahasa dengan berbagai macam cara (Elkind, dkk., 1978).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan membaca anak, yaitu:
a.  Faktor fisiologis
b.  Faktor intelektual
c.  Faktor lingkungan
d.  Faktor Psikologis
           
4.2 SARAN
Pemusatan perhatian pada bahan bacaan memungkinkan kemajuan kemampuan anak – anak dalam memahami bacaan akan meningkat.




DAFTAR RUJUKAN


Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Supratno, Haris. 2010. Sosiologi Seni: Wayang Sasak Lakon Dewi Rengganis Dalam Konteks Perubahan Masyarakat Di Lombok. Surabaya: Unesa University Press
http://jazzyla.wordpress.com/category/pendidikan/
http://etd.eprints.ums.ac.id
http://forgubindo.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar